Bagikan ke

Hikayat Organisasi serupa memerlukan penyegaran dan harus selalu begitu dalam setiap hasil lamunan, refleksi, atau evaluasi – dalam bahasa sedikit idiom -. Ibarat, nafas hidung yang selalu memperbarui.

Barangkali nilai suatu kekeluargaan dalam organisasi keterpelajaran perlu selalu dipupuk guna mengumpulkan energi solid dan menimbulkan efek ledakan yang besar sehingga menjadi serupa seni.  Sebuah ungkapan magis yang disampaikan oleh Deidara, sang pengikut kelompok Akatsuki pada anime Jepang Naruto the shippuden.

Deidara merupakan seorang pengguna jurus ledakan dalam setiap pertarungannya di anime Naruto itu. Tidak jarang dia juga mengeluarkan ungkapan “Ledakan adalah seni” untuk menggambarkan jurusnya. Melihat pola pikir seperti itu, seni merupakan sesuatu yang indah bagi dia. Seni yang meledak, seni yang dapat mengalahkan musuhnya. Deidara bisa membuat ledakan atas karya dirinya sendiri, tanpa dibantu oleh partner lain.

Tetapi, pada konteks organisasi, ledakan besar itu perlu dirumuskan secara bersama-sama. Sehingga justru dengan ledakan yang besar itu, sesuatu yang tidak tampak perlu dikontrol dan diarahkan.

Seperti yang kita tahu, Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Pelajar Putrinya hari ini sudah masuk di tahun keduanya. Tahun kedua periode organisasi biasanya akrab dengan kegiatan Rapat Kerja atau Program Kerja. Karena pada tahun kedua ini pula, sesuatu yang baru dirumuskan dan dijadikan patokan kegiatan pada kerja-kerja organisasi bulan-bulan berikutnya.

Rapat kerja kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Ya…  PC melaksanakannya di tempat terbuka, hijau, dan semilir angin. Dan tentu banyak pemandangan mulai dari hiruk pikuk orang berfoto ria sampai kelompok nenek-nenek yang asyik perform memainkan alat tradisional lesung. Seperti yang kami dengar, mereka memainkannya sambil bernyanyi lagu sholawat-an sampai pada lagu-lagu jadul (jaman dulu).

Suatu tempat di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, namanya Puncak Becici. Pimpinan Cabang mem-pleno-kan Rapat Kerjanya dibarengi dengan hari keakraban bersama pengurus baru, hasil dari Reshuffle pengurus yang baru-baru ini dilakukan.

Rapat Pleno tersebut dirangkai pula dengan event Diskusi, Wisata, dan Ziarah. Lengkap! “Kapan lagi , kita dapat semua, diskusi dapet, wisata dapet, ziarah juga dapet. ”. Sambutan Rekan Jamal, Ketua PC IPNU Bojonegoro saat membuka rapat pleno.

Dari berangkat jam delapan malam, kemudian sampai di makam Pendiri IPPNU, Ibu Hj. Umroh Mahfudhoh di kompleks Makam Tempelsari, pada pagi hari tepat waktu shubuh.

Makam Tempelsari, disitulah sang istri dari Pendiri IPNU, Prof. Dr. H. Tholhah Mansoer dimakamkan. Tempat Area Komplek Tempelsari dapat dijangkau dengan jalan kaki dari jalan besar, kira-kira 400-500 meter. Begitu juga makam Pendiri IPNU, tetapi beda tempat, untuk yang Mbah Tholhah berada di komplek Makam Krapyak, bersama KH. Munawwir, KH. Ali Maksum. Itu sedikit tentang ziarah di Pendiri IPNU IPPNU.

Bagaimana lagi! Sudah di DIY, serasa tidak afdhol rupanya kalau tidak bergerak melihat romantisme kreativitas daerahnya. Dawuh Rekan Syukron, sang wakil ketua bidang minat dan bakat, ada dua kota yang paling bahagia yaitu Bandung dan Yogyakarta. Tidak tau dapat penelitian dari siapa itu. Tapi tidak masalah, apakah itu hasil dari penelitian apa tidak, akan tetapi melihat ramainya kawula muda di nol kilometer Yogyakarta sedikit memberi ulasan yang cukup mendekati hal tersebut.

Tapi terlepas dari itu semua, saya memang cukup bahagia dengan perjalanan di Yogyakarta, tentunya dalam agenda Pimpinan Cabang ini. Karena itu perlu kiranya saya ambilkan sebuah testimoni dari cerita perjalanan rekan dan rekanita selepas perjalanan tersebut.

Berikut hasil interview by Whatsapp yang bisa saya cuplikkan sedikit, karena memang untuk menulis testimoni itu, saya tidak melakukan gerilya. Jadi, biar se-ikhlasnya aja

Nomor satu dari Rekanita Mila, salah satu pejuang kaderisasi di tubuh IPPNU Bojonegoro. Begini katanya, Yogyakarta mengajarkan: 1. Keakraban, 2. Kepuasan Terhadap alam, 3. Mengingatkan kepada Tuhan.

Nomor dua dari Rekanita Nia, pengurus IPPNU dari wilayah Kasiman. Begini dia berkata-kata, “Perjalanan singkat namun tidak dengan ceritanya, banyak banget pelajaran yang bisa diambil. Kedekatan, kelekatan, kekompakan antar pengurus terlihat pada waktu itu, mungkin yang awalnya merasa canggung untuk sekedar menyapa pada momen kemarin, rasa canggung itu hilang.”

“Lebih mengenal satu sama lain, yang awalnya tidak kenal sama sekali, yang awalnya hanya sekedar tau, yang awalnya sudah kenal, namun canggung untuk memulai komunikasi antar pengurus, berkat waktu singkat itu aku merasa kedekatan, kelekatan, kekompakan antar pengurus itu mulai ada.”

“Dan ini memang yang harus terjalin, yang harus diperhatikan dalam sebuah kepengurusan, karena jika tidak adanya kedekatan, kelekatan dan kekompakan ( Relationship) yang baik akan sulit untuk menjalankan tujuan bersama dalam suatu organisasi.”

Ditulis oleh : Emha Abdul Azis

Direktur Pers dan Penerbitan PC IPNU Bojonegoro sekaligus Anggota Bersama Bojonegoro Student Creative Digital (BSCD) IPNU IPPNU Bojonegoro

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five + twelve =