Indonesia berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bulan Juni 2021 memiliki pemeluk agama Islam dengan presentase sebanyak 86,88%. Dengan presentase tersebut, Nahdlatul Ulama menduduki peringkat nomor satu sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan dunia.
Nahdlatul Ulama yang masih tetap survive sejak tahun 1926 hingga sekarang terhitung sudah hampir 1 abad eksis mewarnai lini kehidupan. Keeksisan Nahdlatul Ulama baik dari segi jami’ah (organisasi) maupun jemaah tersebut turut mewarnai pada berbagai sektor di Indonesia, seperti keagamaan, pendidikan, sosial, politik, ekonomi, kesehatan dan bidang-bidang lainnya di Indonesia.
Tentunya hal ini menjadikan sebuah potensi yang sangat besar bagi warga Nahdliyin untuk mengembangkan diri. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak bersyukur. Sebab ditengah era globalisasi dimana arus teknologi dan informasi yang mewabah, sehingga menjadikan segala budaya dari seluruh penjuru dunia dapat diserap dan diakses dengan mudah oleh seluruh masyarakat, khususnya warga Nahdliyin. Akan tetapi Nahdlatul Ulama mampu menyikapi dinamika tersebut dengan berbagai ajaran dan pemikiran yang berlandaskan pada kemaslahatan bangsa, negara dan umat.
31 januari 2022 menjadi sebuah momentum penting untuk merefleksikan diri, warga Nahdliyin perlu bersyukur kepada Allah SWT . Sebab tanpa kekuasaan dan karunia dari Allah SWT, segala kekuasaan manusia tidak akan menjadi nyata. Bentuk syukur terhadap karunia Allah SWT tersebut adalah dengan menjaga komitmen Nahdlatul Ulama agar terus menjadi sebuah organisasi Islam yang bermitra strategis bagi pemerintah dalam mengawal cita-cita luhur. Peran Nahdlatul Ulama dalam menyebarkan pemahaman-pemahaman tentang nilai-nilai Islam terhadap bangsa Indonesia sangat besar. Maka dari itu peran strategis tersebut perlu untuk terus dimaksimalkan agar mampu memberikan pancaran-pancaran positif kepada masyarakat terutama ditengah pandemi.
Bentuk rasa syukur terhadap 96 tahun eksistensi Nahdlatul Ulama tersebut juga bermacam-macam. Sesuai dengan dawuh Hadrotusyeikh KH. Hasyim Asy’ari yakni “Siapa yang mau mengurusi Nahdlatul Ulama, aku anggap sebagai santriku. Siapa yang jadi santriku, maka akan aku doakan husnul khatimah beserta keluarganya”. Maka sekecil apapun bentuk yang dilakukan untuk mengurus Nahdlatul Ulama, maka hal tersebut telah menjadi sebuah ungkapan rasa syukur atas hari lahir Nahdlatul Ulama. Terutama melihat kondisi tahun 2022 ini, dimana virus yang sedang mewabah belum kunjung reda sejak tahun 2020, sehingga menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi warga Nahdliyin. Tentu, tantangan tersebut tidak menjadikan ruang gerak terbatas. Justru menjadikan otak terus mengasah bagaimana memunculkan sebuah inovasi dan ide-ide kreatif untuk kemudian diimpelentasikan menjadi sebuah trobosan-trobosan baru ditengah virus yang sedang mewabah.
Ketika menilik kembali kepada perjuangan para muassis Nahdlatul Ulama di zaman dahulu, tentu kita akan merasa tertampar dan menjadi sebuah bahan renungan serta pembelajaran. Terutama ketika Syaikhona Al-Mukarrom KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, bagaimana agar Nahdlatul Ulama ini menjadi sebuah organisasi masyarakat yang turut serta membangun peradaban bangsa Indonesia, sehingga menjadi sebuah bangsa yang berilmu, berwawasan luas, mandiri, berkepribadian, berakhlakul karimah, serta ikut andil dalam mencerdaskan bangsa Indonesia dari penjajahan. Tentu hal ini bukan perkara yang mudah, sebab hal tersebut dilakukan tanpa mengenal lelah, tanpa pamrih, serta telah mempertaruhkan hidup demi bangsa dan agama. Maka dari itu, tugas kita adalah menjaga dan mempertahankan marwah serta budaya Nahdlatul Ulama agar terus memberikan sinergi bagi bangsa Indonesia.
Penulis : Lina Amiliya
Aktif sebagai mahasiswa S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Wakil Ketua 2 PAC IPPNU Tambakrejo Kabupaten Bojonegoro tahun 2020-2022