Bagikan ke

Hari ini, setelah tagline yang ramai bahwa Pimpinan Cabang IPNU IPPNU Bojonegoro telah melakukan Rapat Pleno jilid II, Tour Jogja sekaligus ziaroh muassis, selain untuk mengumumkan reshuffle pengurus cabang.

Kegiatan tersebut juga bertujuan untuk evaluasi kinerja selama satu tahun sebelumnya terkait program kerja yang sudah terlaksana maupun belum, selain itu ada maksut tersendiri kegiatan keluar kandang seperti ini dilakukan, salah satunya untuk memupuk kemesraan lahir maupun batin antar pengurus yang sangat jarang kita temukan, hal ini ditengarai para departemen maupun lembaga yang sudah berjalan diporosnya masing-masing.

Belum surut euforia pasca acara tersebut, tentunya kita kembali disuguhkan dengan kegiatan Pimpinan Anak Cabang (PAC) setempat, beberapa diantaranya yaitu PAC Sugihwaras yang melaksanakan Rapat Pimpinan Anak Cabang (RAPIMANCAB) kemudian pelajar setingkat kecamatan kita yang lain yakni Bubulan, juga telah melaksanakan pelantikan para Pengurus nya.

Mari sejenak kita sempatkan untuk mengucapkan selamat untuk mereka semua.

Terlepas dari itu semua, ada satu pamflet yang sangat mengagetkan sekaligus membuat  beberapa orang tercengang, adalah Ruri Fahrudin Hasyim S,Ag menjadi ketua ranting di desanya Kadungrejo. Seolah kabar ini sejenak mengalihkan semua tagline yang sedang viral  dikalangan pelajar NU Bojonegoro.

Bagaimana tidak seorang kader yang telah lalu lalang di kota soto dan metropolitan kembali turun gunung untuk mengabdikan diri di lingkungan desanya. Dengan sepak terjang yang ia miliki salah satunya sebagai alumni LAKUT dan mantan ketua PKPT UINSA pada zamannya.

Ini adalah hal yang luar biasa, mendengar seorang intelektual yang mungkin kualitasnya bisa dibilang sudah menthes di IPNU, barangkali Ruri sedang menempuh tingkatan pengamalan bukan lagi ucapan, dari dawuh muassis mbah Tholhah, bahwa beliau punya cita cita jikalau IPNU bertujuan membentuk intelektual yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam masyarakat.

Ya, mungkin efek dari fenomena pendekar gunung seperti ini membuat kepengurusan setingkat ranting lebih diminati dari yang lain, mengingat terkadang kita sebagai manusia seringkali lupa bahwa kita lahir di desa setelah sekian lama di kota orang, padahal jika sedikit saja kita meluangkan waktu untuk sejenak merefleksi,

Barangkali fenomena terpilihnya kader sekaliber rekan Ruri sebagai ketua ranting adalah sebuah sarkas yang unik bagi kita  kader IPNU IPPNU yang senasib dengan dia, maksutnya senasib adalah kita yang ketika masa lalu tidak seberuntung kader lain yang ditakdirkan untuk berkhidmat di pimpinan ranting karena ada sesuatu diluar daerah untuk menyelesaikan studi baik di sekolah, pesantren, maupun perguruan tinggi.

Ya semoga saja memang begitu, semoga kita yang senasib tadi mampu menunaikan atau setidaknya menanamkan niat untuk membayar sebuah utang yang perlu dibayarkan kepada desa/kecamatan sebagai tanah lahir kita sebelum semakin disibukkan dengan perkara dunia yang lainnya.

Ditulis oleh : Rengga Lodyvito

Pengurus Badan Student Crisis Centre (SCC) PC IPNU Bojonegoro sekaligus masuk di Tim Penulis Histori IPNU IPPNU Bojonegoro